Selasa, 11 Agustus 2015
Flight pagiku ke Siem
Reap tampaknya delay sampai 30 menit. Jam 7.30 pesawat baru take off, sempat
khawatir juga karena udah minta di jemput jam 8 di bandara. Penerbangan KUL-REP
AK 542 makan waktu 2 jam, alhasil 8.30 kami baru landing di Bandara Siem Reap
(catatan: waktu Siem Reap sama dengan WIB, lebih lambat 1 jam dari Kuala
Lumpur).
Welcome to Siem Reap International Airport! Bandaranya sepiiiii~~ aku sukaaaa. |
Jarang banget ambil foto pasca landing, ini semua karena Bandaranya sepi~~ |
Nggak seperti border-border yang pernah aku temui, imigrasi
di Bandara Siem Reap ini agaknya lebih bebas. Buktinya banyak orang yang dengan
bebas ambil foto di daerah yang biasanya camera forbidden ini, aku pun
ikut-ikutan. Haha.
Dokumen imigrasi yang harus diisi, udah dikasih sama mbak pramugari sejak di pesawat :) |
Setelah keluar imigrasi, nggak papa kok ambil foto. Hoho. |
Untuk paspor hijau yang bebas visa tinggal antri aja di
loket imigrasi. Di pesawat tadi sempet perhatiin ada rombongan keluarga paras
Arab, entah dari negara mana pas mau keluar imigrasi mereka harus buat Visa on
Arrival dulu tampaknya. Biar pun kecil, Bandara Siem Reap punya jumlah loket
yang lebih banyak dari pada Terminal CGK jadi antrinya pun nggak terlalu lama.
Usai selesai urusan imigrasi, kami bergegas keluar airport,
mencari namaku di deretan penjemput yang menunggu di luar bandara. Ya, Tanei
Boutique Villa, hotel yang akan aku tempati malam ini menyediakan fasilitas
free tuk-tuk pick up dari bandara ke hotel. Dari jauh hari di pertengahan Juli
aku mengirim email ke Tanei hotel untuk minta di jemput, aku menginformasikan
tentang jam tiba di bandara dan no penerbangan yang aku tumpangi. Aku memastikan
berulang kali bahwa kami akan tiba di Bandara jam 8am sesuai jadwal di tiket,
bahkan pagi hari saat bangun di KLIA2 aku kembali mengingatkan hotel supaya
nggak lupa jemput. Maka, keterlambatan 30 menit membuatku sedikit khawatir,
nggak enak sama driver tuk-tuk yang jemput kan~~
Nggak lama kami keluar bandara, kami langsung menemukan
driver tuk-tuk berkaos biru. Aku langsung menuju si mister dan memastikan bahwa
ia dari Tanei hotel. Si Mister tersenyum kemudian meminta kami menunggu karena
ia akan mengambil tuk-tuknya di parkiran. Nggak lama ia kembali dengan tuk-tuk
hitamnya, driver tuk-tuk yang satu ini ternyata sedikit-sedikit bisa bahasa
inggris, bagus buat kami karena siang ini kami merencanakan untuk tour Angkor Wat
dengan tuk-tuk. Dengan driver tuk-tuk yang sedikit bisa English, itu menjadi hal
yang sangat bagus~~
Komentar Hesti dalam perjalanan ke hotel dengan tuk-tuk
adalah Siem Reap kayak di Brebes. Haha. Memang benar, suasana jalanan di sana
tak beda jauh seperti pantura saat sepi. Jenis pohon yang kami lihat di
sepanjang jalan pun sama.
Mirip Brebes? |
Perjalanan Bandara-hotel dengan tuk-tuk ditempuh selama
kurang lebih 15 menit. Ah, naik tuk-tuk di Siem Reap bikin nagih.
Ngomong-ngomong soal Siem Reap, sebenarnya kota ini bukanlah
kota utama di Kamboja. Aku bahkan baru tahu bahwa Angkor Wat yang terkenal itu
adanya di sini, dan bukan di Phnom Penh ibukota Kamboja. Awalnya aku berencana
ambil pesawat ke Phnom Penh aja dari Kuala Lumpur dari situ baru naik bis ke
Siem Reap dan lain-lain. Tapi lagi-lagi keterbatasan waktu karena dari Phnom
Penh ke Siem Reap harus nik bis sampai lebih dari 6 jam, kami menyempitkan pilihan.
Hanya mengunjungi Siem Reap dan merelakan Phnom Penh yang sebenarnya memiliki
spot menarik lebih banyak. Tapi aku senang, karena si Magnificent Angkor Wat
adanya di Siem Reap dan katanya belum ke Kamboja kalo belum menikmati secara
langsung keindahan Angkor Wat.
Tanei Boutique Villa kami pesan via booking.com yang
menyediakan fasilitas bayar di tempat. Untuk Deluxe Family Room berempat, kami
cukup membayar 34,5 USD. Dengan fasilitas yang diberikan, harga ini aku bilang
cukup murah. Sampai di hotel, kami bisa langsung check in meskipun waktu itu
masih jam 9 pagi. Kami membayar dengan uang 40 USD dan dikembalikan 5 USD dan 2000 riel. Eh?
Yap, di Kamboja berlaku dua mata uang USD dan Riel, 1 USD nilainya sama dengan
4000 riel, tentu saja ini membuatku bingung tapi selama disana aku bahkan tak
pernah bertransaksi atau dapet kembalian Riel. Hehe. Karena tak punya USD
pecahan satuan, maka hanya 2000 riel kembalian tadi lah yang aku berikan untuk
driver tuk-tuk sebagai tips. Sumimasen mister~~ Sebelum berpisah dengan si
mister yang ternyata bernama Mr. Ratta ini, agak lucu karena sebelum ini aku
memintanya mengeja nama dia jawab dan aku dengar seperti ini Ratta- d-o-d-o-
Ratta. Ah, dari mana d-o-d-o dibaca Ratta deh? Entahlah karena memang, Kamboja
punya huruf sendiri yang aku bilang sih agak mirip dengan Thailand~~ sama-sama
mirip cacing. Hehe.
Bisa baca tulisan Kamboja di atas bangunan itu? hehe. |
Kami tanya ke Mr. Ratta bisakah mengantar kami siang nanti
untuk keliling Angkor Wat? Kata dia, bilang aja ke resepsionis hotel, nanti
mereka yang akan menyampaikan ke Mr. Ratta. Oke, got it! Jadi Mr. Ratta
sepertinya memang supir tuk-tuk milik hotel yang kayaknya nggak bakal ambil
penumpang selain dari hotel ini, kayaknya~~ kalau memang Mr. Ratta driver
tuk-tuk resmi hotel kenapa dia nggak dipakaikan seragam hotel aja ya? Tapi,
sejauh yang aku liat sih orang-orang Kamboja secara keseluruhan berpenampilan
sangat-sangat sederhana, bahkan untuk seragam resepsionis hotelnya hanya
memakai setelah hitam putih ala trainee-trainee supermarket Indonesia. Tapi yang
jelas, mereka sangat ramah! Mereka selalu menjawab pertanyaanku dengan senyum~~
Usai proses check in selesai dengan cepat, kami di antar ke
lantai 2.
Hotel ini memiliki 2 bangunan, di depan dan di belakang. Yang
di bekang ini sepertinya bangunan baru dengan kamar yang lebih sedikit. Dengan harga
yang hanya 34,5 USD permalam untuk 4 orang, kami mendapat beberapa fasilitas
yang bisa dibilang lumayan, free breakfast, swimming pool (yang ini kami nggak
sempet coba, karena memang lagi males berenang), free tuk-tuk pick up, free
wifi yang lumayan cepet, bathroom yang nyaman dengan hot water, free 4 botol
mineral water, free toiletries, yah standar-standar hotel lengkap dengan
pelayanan ramah. Satu-satunya yang bikin sedikit nggak nyaman tapi masih bisa
kami maklumi adalah keran yang rusak puterannya, aku tanya ke resepsionis soal
ini dan mereka membenarkan bahwa puteran kerannya memang rusak karena guest
sebelum kami. Mereka sudah panggil tukang service, tapi tak kunjung datang~ ah,
cuma mereka kasih tau kami cara supaya air bisa keluar, jadi harus ada yang
ditarik-tarik gitu deh. Kami maklum lah, yang penting masih bisa tidur dan
bersih-bersih dengan nyaman~~
Kami lapar karena memang belum sarapan, kami turun ke bawah
menanyakan apakah kami dapat sarapan pagi itu? Mbak resepsionis bilang, jatah
free breakfast kami cuma 1 kali karena kami hanya menginap 1 malam. Jadi, kalau
mau sarapan pagi ini besok nggak dapet free breakfast lagi. Baiklah mbak, aku
kan lapernya sekarang, sarapan besok ya dipikirin nanti aja.
Sarapanku pagi itu ternyata menjadi makanan terenak yang aku
makan di Siem Reap? Kenapa? Nanti aja ya sambil jalan dijelasinnya. Hehe. Menu hari
itu sederhana tapi enak luar biasa, dan bismillah halal. Nasi goreng, scramble
eggs, sosis goreng, pancake, buah-buah, roti bakar sendiri. Lengkap, gratis,
dan enak, sayang aku nggak ambil fotonya. Hoho.
Setelah sarapan kami coba book Nattakan Direct Bus untuk ke
Bangkok esok hari. Aku sempat tanya via email apakah bisa booking di Tanei? Mereka bilang bisa booking saat kami sampai di hotel. Tapi ternyata, Nattakan
Direct Bus untuk besok was fully booked. Ah, menurut rekomendasi pejalan yang
sudah-sudah, bus ini adalah bus terbaik untuk perjalanan ke Bangkok. Meskipun lebih
mahal, Nattakan Direct Bus adalah satu-satunya yang memastikan bahwa penumpang
akan selalu naik bus sampai Bangkok dan tidak pindah ke minivan setelah sampai
border. Agak bingung juga waktu itu, tapi hotel merekomendasikan dua nama
travel menuju Bangkok Hang Tep Travel dan Virak Buntham travel. Karena kami
sering membaca ulasan buruk tentang Hang Tep travel maka kami memutuskan untuk
booking yang Virak Buntham. Harga lebih murah yaitu 17 USD untuk sleeper bus
dari Siem Reap ke border dilanjutkan minivan ke Bangkoknya dan bus akan
berangkat jam 4 pagi, maka kami harus siap jam 3.30 untuk di jemput di hotel~~
ulalaaaa
Selesai bersih-bersih, jam 1 siang kami siap turun ke bawah
untuk mulai tour Angkor Watnya. Karena waktu kami terbatas, kami hanya
mengambil small route untuk keliling 4 tempat popular di kawasan Angkor Wat
yaitu Angkor Wat, Bayon, Ta Phrom sama satu lagi lupa. Untuk rute ini hotel
menetapkan tarif 15 USD/tuk-tuk. Opsi lain untuk keliling Angkor Wat adalah sepeda, dan Tanei menyediakan free sepeda selama kita menginap. Tapi buatku, aku lebih suka tuk-tuk!
Motorbike for rent |
Tiket untuk one day pass, untuk yang 3 day dan yang seminggu beda lagi loketnya, ada di balik loket ini. |
Tiket Angkor Wat. Semacam Identity Card ya! |
Seperti aku bilang sebelumnya, perjalanan dengan tuk-tuk itu
menyenangkan. Apalagi di Kamboja. Untuk turis seperti kami, masuk ke kawasan
Angkor Wat harus membeli tiket terlebih dahulu. Mr. Ratta menurunkan kami
sebentar di loket.
Tiket di jual dengan harga berbeda berdasarkan masa
berlakunya. 20 USD untuk tiket terusan 1 hari. 40 USD untuk 3 hari dan 60 USD
untuk seminggu. Jelaslah kami hanya membeli yang one day pass aja. Bentuk tiketnya
semacam kartu gitu lengkap dengan foto kita yang akan di check tiap-tiap masuk
ke salah satu kawasan di dalam Angkor Wat.
Ini nih Mr. Ratta. Our tuk-tuk driver selama di Siem Reap. |
Bener kata orang-orang, Angkor Wat luasnya pake banget. Pantes
aja tiket di jual sampai ada yang terusan satu minggu. Buat traveler yang
merangkap sebagai peneliti peninggalan sejarah dunia, mungkin nggak akan cukup
waktu seminggu juga buat bener-bener ngelilingin Angkor Wat saking luasnya. Makanya
aku lebih rekom buat naik tuk-tuk untuk keliling Angkot daripada sepeda seperti
yang banyak dilakuin bule-bule. Kalo buatku yang bukan Candi Lover mah, asal
bisa masuk dan ngerasain sedikit suasana Angkor Wat aja buatku udah seneng~~
masalah sejarah dibaliknya aku nggak begitu interest. Ke Candi Borobudur atau
Candi Prambanan aja aku nggak akan tau bagaimana asal-usulnya kalau nggak ada
di pelajaran Sejarah SD sampe SMA. Hehe. Maap~~ memang nggak terlalu interest
sama Sejarah.
Tapi biar gitu, aku tetep bisa nikmatin perjalanan keliling
Angkor Wat kok. Aku bisa ngebayangin kalau dulu Angkor Wat adalah kawasan
kerajaan yang super besar.
Untuk pertama, Mr. Ratta menurunkan kami di tempat utama,
Angkor Wat. Dia tanya, berapa waktu yang kalian butuhkan di sini? Tikpo jawab: 15
menit? Mr. Ratta geleng kepala: Untuk keliling kawasan ini paling nggak kalian
butuh waktu 1 jam? Wow~~ kemudian Mr. Ratta kemudian menunjuk tempat dimana dia
kan menunggu sementara kami masuk ke kawasan untuk jelajah Angkor Wat.
Nggak seperti mengunjungi Amusement Park, kunjungan ke
International Heritage macam Angkot Wat ini mewajibkan kita untuk sedikit riset
sebelum berangkat. Nggak kayak aku yang cengo aja liat bangunan super gede,
tapi bingung ini bangunan dari kerajaan apa~~ ah, bodohnya aku. Lain kali riset
ya! Jadi sepanjang keliling Angkor Wat aku cuma liat-liat kebanyakan heran dan
bingung sama arca yang tergambar di dinding Angkor.
Angkor Wat ini dibangun entah jaman apa, sampai sekarang aku
masih belum sempet riset. Hehe. Yang jelas bangunanya kebanyakan udah nggak
utuh, patung banyak yang hilang kepalanya, tangga-tangga batu udah di alasi
kayu karena tangga batunya udah tampak rapuh dan nggak utuh. Tapi secara
keseluruhan bangunannya masih asli. Belum kebanyakan renov sana sini.
Kata orang, Sunrise dan Sunset di Angkor Wat itu super sekali. Tapi aku nggak berkesempatan untuk menikmatinya. Apalagi kalau bukan soal waktu, hehe. Lagi pula, saat itu gerimis suka-suka dateng di tengah perjalanan, jadi kalau pun kami ngejar Sunset, belum tentu dapet juga :)
Kayaknya ada kerjasama renovasi entah bagian mananya Angkor Wat dengan pemerintah Jepang |
Satu hal yang ingin aku sampaikan adalah jika kalian datang
kesini tanpa riset dan memang kepo sama tempat-tempat ini dan ternyata kalian
bawa budget berlebih, sangat disarankan untuk minta bantuan guide untuk
menjelaskan tentu dengan biaya tertentu ya. Banyak kok guide-guide local yang
bisa bahasa inggris atau bahkan melayu yang menawarkan jasanya di area pintu
masuk Angkor Wat.
Nggak seperti tempat wisata lain yang pernah aku singgahi,
jarang sekali aku temui orang Indonesia disini. Bahkan banyak orang menyangka
kami adalah orang Malaysia. Are you Malaysian? Begitu kami selalu disapa. Ah,
Malaysia masih lebih dikenal daripada Indonesia ya. Satu-satunya yang bisa
langsung menebak kami dari Indonesia adalah oppa-oppa Korea yang kayaknya lagi
solo travel. Dia langsung menanyakan bahasa Indonesia dari beberapa kata~~ dan
di detik ini hanya Tikpo yang nyambung. Hehe. Hanya satu orang Indonesia yang
kami jumpai disini. Seorang bapak paruh baya dari Surabaya yang sepertinya
pergi sendiri mengelilingi Angkor hanya ditemani guidenya yang orang melayu dan
fasih bahasa Indonesianya. Lagi-lagi awalnya guide yang ramah ini mengira kami
dari Malaysia, sebelum kami bilang kami dari Indonesia dan mengenalkan kami
pada bapak dari Surabaya. Sang Guide menantang kami untuk naik ke tangga yang
kalau dilihat di tiketnya sih namanya Bakan, disitu kami bisa melihat
sekeliling Angkor dari atas and yes, we accepted his challenge.
Tangganya lumayan curam deh. |
Naik turun tangga ini ternyata bikin Tikpo bener-bener
capek. Kalau udah kecapekan, dia bakal bete dan langsung nggak mood
jalan-jalan. Haha. Kalau aku sih masih semangat-semangat aja. Nggak lama turun
dari situ, kami memutuskan untuk langsung aja ke next destinasi. Begitu kami
keluar pintu Angkor, Mr. Ratta sudah siap di depan dengan tuk-tuk hitamnya.
Beberapa menit perjalanan dengan tuk-tuk, kami sampai di
Bayon Temple. Tikpo yang sudah lelah dan kami yang memang sudah sedikit hilang
interest karena Bayon temple kelihatannya mirip dengan Angkor Wat mambuat kami
akhirnya mutusin buat foto Bayon temple dari jauh aja dan nggak explore
masuk-masuk ke dalem. Hehe. Keliatan banget bukan ‘heritage traveler’ ya? Biarin,
yang penting kan tetep bisa nikmatin perjalanan kan.
Bayon Temple |
Jalan yang seharusnya ditempuh, tapi~~ |
Mr. Ratta menyarankan kami untuk berjalan sepanjang bangunan
itu karena di sekitarnya ada candi-candi kecil yang mungkin menarik. Tapi kami
langsung menolak dan meminta untuk langsung mengantar kami ke Ta Phrom aja.
Bukan Ta Phrom! |
Di tengah perjalanan, Mr. Ratta menurunkan kami di sini. Ini
Ta Phrom? Kok beda ya sama gambar-gambar yang kami lihat di internet. Sudahlah nikmati
aja dulu~ haha. Puas kami naik lagi ke tuk-tuk kemudian Mr. Ratta bilang akan
mengantarkan kami ke Ta Phrom. Oh jadi tadi bukan Ta Phrom? Haha pantes beda. Aku
juga akhirnya nggak nanya yang ini namannya apa~ biarkanlaah~~
Untuk sampai ke Ta Phrom ternyata kami harus melalui jalanan
dengan berjalan kaki. Haha. Tambah betelah Tikpo yang udah lelah itu. Kami
diberikan dua pilihan oleh Mr. Ratta akan bertemu lagi di titik awal atau
bertemu di seberang bangunan? Tikpo tanya: apa jauh? Kata Mr. Ratta sih jauh
makanya kami memutuskan untuk ketemu disitu lagi aja.
Sampai di ujung jalan aku menemui sebuah bangunan candi yang
agak ramai, tapi aku nggak menemui dimana Ta Phromnya. Oia, Ta Phrom itu
terkenal karena jadi salah satu setting film Angelina Jolie, Tomb Rider. Aku sendiri
suka dengan suasana tempat ini. Banyak pohon dengan bentuk akar-akar yang unik
dan berumur, keren aja menurutku. Aku mungkin sedikit betah kalau akan
berlama-lama di sini, ditambah lagi belum ketemu Ta Phrom yang fenomenal itu,
jadi tambah sayang kalau nggak explore tempat ini secara keseluruhan.
Tapi Tikpo udah sangat lelah tampaknya, moodnya udah jelek
dari tadi. Dia ngambek dan ngacir duluan ke tempat Mr. Ratta nungguin. Aku yang
awalnya santai aja, jadi agak bete juga~~ udah jauh-jauh ke sini dan nggak liat
Ta Phorm. Ah, tapi yasudahlah~~ ada yang lebih penting dari sekedar destinasi
kan?
Iya, buatku Traveling itu bukan sekedar destinasi. Bisa menemukan
teman yang pas juga menentukan asik enggaknya suatu perjalanan. Dan nggak ada
teman perjalanan yang sempurna, maka disitulah aku belajar toleransi. Dimana aku
harus memaklumi kemampuan teman seperjalanan, dimana temanku pun bisa memaklumi
jeleknya diriku~~
Jalan menuju Ta Phrom |
Banyak bangunan yang ditumbuhi pohon dengan akar-akar unik macam ini disini. Keren bukan? |
Akhirnya, perjalanan kami hari itu ditutup dengan meminta
Mr. Ratta mengantar kami ke KFC Siem Reap. Aku nggak perlu menjelaskan KFC yang
mana dan Mr. Ratta pun nggak bertanya, karena memang hanya ada satu, ya, The
One and Only KFC di Siem Reap yang terletak dekat dengan Night Market.
Perjalanan ke KFC kok berasa lama banget ya. Tampaknya Mr.
Ratta sengaja lewat jalur lain sehingga kami bisa melihat sisi lain dari Siem
Reap. Yap. Jalan yang kami tempuh dengan tuk-tuk kali ini aku rasa lebih
modern, banyak taman-taman bagus, bangunan modern, outlet-outlet merek ternama,
termasuk bangunan-bangunan pemerintahan modern yang tidak kami lewati sebelumnya. Nah, disini aku kok nggak nemu file fotonya sama sekali ya? Lupa
juga kenapa. Mungkin batere henponku abis waktu itu kali ya? Lupa~~
Menu di KFC Siem Reap standar ayam goreng, kentang goreng,
burger, nasi. Aku dan yang lain sepakat cobain menu yang aneh disitu~~ Tamarind
apa gitu, ayam sih, semoga halal. Kami beli 5 porsi, yang satu kami berikan
untuk Mr. Ratta yang udah anterin kami seharian. Hehe. Dan setelah Tamarind apa
gitu terhidang diatas meja, aku langsung aja males buat makannya. Baunya aneh. Lagi-lagi
aku harus bilang kalau aku bukan culinary traveler yang bisa aja makan apa aja.
Tapi kali ini aku nggak cuma aku kok, yang lain juga bilang kalau makanan ini
aneh. Haha. Akhirnya kami pesen lagi take away paket ayam dan kentang goreng
paket super banyak untuk dinner nanti malem di hotel aja~~ itulah kenapa aku bilang breakfast di hotel tadi pagi adalah makanan terenak buatku selama sehari di Kamboja.
Sebelum pulang kami minta dianter lagi ke tempat dimana kami
bisa membeli fridge magnet dan gantungan kunci. Mr. Ratta mengantar kami ke Old
Market. Old Market ini semacam sentra oleh-olehnya Siem Reap. Kalau mau cari
khasnya Kamboja banyak tersedia disini kain kotak kotak warna cerah khas
Kamboja, kalau kami yang traveler hemat ini cukup cari fridge magnet dan
gantungan kunci ala kadarnya buat ngingetin kalau kami pernah kesini, ke Siem
Reap, Kamboja. Hehe. Dengan kemampuan menawar kami yang terbatas, kami berhasil
mendapat harga 1 USD untuk 2 fridge magnet, dan 3 usd untuk 6 gantungan
potongan kuku. Cukup murah bukan?
Jam 6 kami sampai kembali di hotel. Yang menarik di Kamboja
kami masih mendengar Adzan. Termasuk saat Maghrib ini dan tadi saat adzan
Dhuhur. Mendengar adzan di negara orang kan jarang-jarang bisa terjadi. Kami memang
sengaja untuk tidak pulang malam kali ini, selain antisipasi karena besok jam 4
harus sudah dalam bus pergi ke Bangkok, juga karena harus jaga stamina setelah
dua hari kurang tidur~~ Yap, hari perjalanan kami masih panjang~~~
Pengeluaran Hari Ke-2
Kegiatan
|
Biaya
|
Rupiah
|
Teh tarik KFC KLIA2
|
3.9 RM
|
13845
|
Tanei Boutique Villa
|
34.5 USD/4
|
115575
|
Bis ke Bangkok
|
17 USD
|
227800
|
Tuk-tuk keliling Angkor
|
15 USD/4
|
50250
|
Tiket Angkor Wat
|
20 USD
|
268000
|
Lunch + dinner KFC
|
5 USD
|
67000
|
2 fridge magnet
|
1 USD
|
13400
|
6 potongan kuku
|
3 USD
|
40200
|
Air Mineral
|
2 USD/4
|
6700
|
Tips Tuk-Tuk
|
10 USD/4
|
33500
|
Total
|
Rp836270
|
No comments:
Post a Comment