Saturday 29 August 2015

TRAVEL: Singapore-Kuala Lumpur

Tetiba saja ingin melakukan hal mainstream yang sudah terlalu banyak orang melakukannya~~

Menceritakan kegiatan traveling mereka.

Aku bukan termasuk orang yang sering melakukan perjalanan aka traveler. Bahkan untuk sekedar keluar pulau yang aku huni pun bisa dihitung pakai jari. Tapi ternyata, traveling itu bener-bener bikin ketagihan. Traveling itu lebih menyenangkan dari sekedar gadget model paling up to date. Banyak banget hal yang kita dapet saat traveling. Banyak. Sangat banyak.

Traveling Pertama (Singapore-Kuala Lumpur)

19- 25 Februari 2014.

Awalnya Aku, Tikpo, Aru, DWL, Neo, Alin, dan Made mendapatkan tiket AirAsia CGK-SIN PP 510rb, cukup murah. Tetapi pada prosesnya, cuma aku berdua Tikpo yang akhirnya berangkat.

Itinerary semula, selama 7 hari aku hanya akan mengelilingi SG. 7 hari di Negara yang bahkan luasnya nggak sebanding Jakarta? Apa nggak sayang? Akhirnya, kami sepakati untuk melipir ke Kuala Lumpur. 5 hari SG 2 hari KL. Kami pun membagi tugas untuk membuat itinerary per Negara, Tikpo SG dan aku KL. Tikpo yang memang sudah pernah ke SG sebelumnya tentu tidak kesulitan untuk mempersiapkan itu semua. Sedangkan aku yang belum pernah sama sekali ke luar negeri, harus googling segala alternative itinerary Kuala Lumpur. Termasuk trasportasi dari dan ke KL, selama di sana, serta objek wisata yang harus dikunjungi.


4 Hari 3 Malam- Singapore

Kami memutuskan untuk mengunjungi Singapore telebih dahulu sebelum Kuala Lumpur. Berangkat dengan AirAsia dari Terminal 3 SHIA menempuh perjalanan kurang lebih satu jam, sekitar jam 5 sore kami tiba di Changi Airport. Benar kata mereka yang telah ke sana lebih dulu, Bandara Changi super duper keren, sensasi itu aku rasakan bahkan hanya saat perjalanan turun pesawat sampai imigrasi.

Bersyukurlah aku karena pergi dengan teman yang memang sudah pernah ke sana sehingga tahu persis apa yang harus dilakukan satelah keluar bandara- mencari station MRT tentu saja. MRT ini adalah salah satu transportasi andalan Singapore. Cepat, anti macet, modern, sangat jauh jika dibandingkan dengan bus umum atau bahkan komuter linenya Jakarta. Selain MRT, sarana transportasi Singapore adalah bus dan taxi. Tapi, memang Singapore itu Negara maju Jadi nggak heran kalau system transportasinya sudah sangat tertata. Station MRT letaknya di bawah tanah, bus pun tidak berhenti sembarangan di pinggir jalan, melainkan di setiap halte sepanjang rutenya. Oh ya, untuk pembayaran semua sarana transportasi umum di sana digunakan EZlink, kalau di Jakarta semacam flazz BCA yang bisa digunakan untuk naik TransJakarta maupun KRL. Kita bisa membeli kartu tersebut di station yang entah dimana aku nggak tahu karena memang aku nggak beli, karena dapet pinjeman Alin yang nggak jadi berangkat. Alhamdulillah~~

Untuk sampai di station MRT Changi yang adanya di Terminal 2, sedangkan kita ada di Terminal 1, kita bisa naik semacam Sky Trainnya Changi Airport yang memang disediakan gratis.
Sangat suka dengan pegangan MRT yang bercabang 3, jadi saat desak-desakan masih banyak yang bisa pegangan di tiang itu.
 Lupa deh itu station apa, tapi hampir semua station yang aku singgahi penampakannya seperti itu. Modern. Bersih. Teratur. Hanya gambar-gambar posternya saja yang menyesuaikan icon daerah, misalnya di Station Little India lebih banyak menampilkan poster-poster artis India macam Kareena Kapoor. MRT pada akhirnya jadi pilihan transportasi kami selama di sana, karena memang mudah, cepat, dan nyaman. Ada satu kebiasan keren, saat jam padat, citizen berangkat atau pulang kerja, escalator semacam dibagi menjadi 2 jalur—kanan untuk yang tergesa kiri untuk yang tak terburu waktu seperti aku, jadi setiap naik escalator di station MRT aku reflex aja nempelin badan ke sebelah kiri, lalu nggak lama orang-orang Singapore yang berangkat kerja agak berlarian di sisi sebelah kanan. Keren yah~~

Kalau di stasiun Jakarta paling banyak kita jumpai 2 pasang escalator naik turun di tiap stasiun, di sana entah berapa pasang escalator yang ada di tiap stationnya. Bukan hanya escalator, lift pun sebenarnya tersedia tapi jarang digunakan karena citizen memahami lift itu yang untuk orang yang membutuhkan (orang berkusi roda atau dengan bawaan banyak misalnya).

Ada suatu kejadian yang entah memalukan atau tidak. Saat menunggu, MRT di Station Woodlands, entah kenapa tiba-tiba aku seperti lupa aturan mengambil botol minum dan hendak meminumnya. Segera saja, ibu-ibu melayu petugas jaga langsung menegur. Tapi alhamdulillan beliau menegur secara halus, bahkan akhirnya kami ngobrol panjang lebar soal perjalanan kami. Bahkan beliau memuji kami pandai, karena kami sudah tahu pasti harus transit di station mana untuk menuju Farrer Park, karena memang tujuan kita saat itu ke Mustafa Centre. Aturan di sana memang sangat ketat, makan minum saja tidak boleh sembarangan apalagi buang sampah. Nggak heran kalau Singapore bersihnya bukan main.
Budaya-budaya seperti itu membuatku iri.

Tiga malam di Singapore, kami menginap di 85 Garden Beach Hotel, cukup murah untuk ukuran hotel di Singapore. Untuk 3 malam kami berdua membayar kurang lebih 210 SGD. Yang aku suka dari hotel ini adalah sangat dekat dari Station MRT Bugis, jadi kemana-mana gampang. Dekat juga dengan Bugis Junction dan Bugis Street. Selain itu, wifi yang lumayan cepat. Selebihnya hotel ini biasa saja.
Ternyata aku bukan culinary traveler, rencana awal yang aku dan tikpo adalah ingin mencoba segala makanan unik di sana, tapi ternyata untuk sekedar menghabiskan satu porsi berdua nasi Briyani aku tak sanggup, kurang pas di lidah karena memang aku tidak terlalu suka kari—sejak itu kuputuskan untuk tidak makan yang aneh-aneh—KFC, Mc D, Burger King, itu lebih baik— tak seperti di Indonesia yang varian utama menu restoran fast foodnya nasi, aku jarang menjumpai nasi di sana, baru ketemu setelah mencoba makan di KFC Vivo City itupun bukan nasi yang bener-bener nasi, karena masih aja dicampur bumbu-bumbu gitu, syukurnya masih bisa ditoleran lidahku. Ada satu menu favorit aku dan Tikpo di Burger King SG, kalau nggak salah pertama kali coba di BK Marina Square, Burger Mushroom Galore, rasanya heaven banget! Harganya kurang lebih 9 SGD. Sekedar info, rata-rata restoran fast food di sana ada logo halal Singaporenya kok, jadi nggak perlu khawatir.
Nasi Briyani di Tekka Center
Berdasasarkan itinerary yang telah Tikpo susun, ada beberapa tempat dan show yang kita sempat kunjungi (meskipun ternyata mengikuti itinerary secara benar-benar sesuai itu sulit deh)

Hari pertama tiba, setelah bersih-bersih dan menyempatkan ke Tekka Center untuk nyobain Nasi Briyani yang ternyata enggak banget di lidahku itu, kami langsung mengunjungi Garden by The Bay. Ini tempat semacam taman buatan yang dibuat seperti pohon-pohon menjulang dengan lampu warna-warni keren. Untuk kesini kita harus turun di station MRT Bayfront, keluar dari MRT station kita langsung disuguhi Pic Marina Bay Sands saat malem dengan lampu yang hampir nyala keseluruhan karena memang kita tiba disana sekitar jam 10.30 pm, setelah tanya ke petugas MRT disebutkan bahwa MRT beroperasi sampai jam 12.00 am, maka kami masih punya waktu 1 jam untuk sekedar berkeliling Garden by the bay~~
Ternyata Garden Bay the Bay bikin nagih, nggak cukup sekali, kami bahkan sampai empat atau lima kali mengunjungi tempai ini. Saat pagi, siang, sore, malem. Bahkan aku dan Tikpo sepakat kalau Garden by the bay memang tempat yang paling keren di SG. Bahkan, sore hari setelah dari SEA pun kami kesana karena memang pengen naik Sky Walk dan liat show Garden Rhapsody.
Kami berencana naik sky walknya tepat sesaat sebelum Garden Rhapsody dimulai jadi bisa nikmatin pertunjukannnya dari atas, maka sesampainya di sana kami berkeliling dulu sebelum membeli tiket. Nggak cuma pohon-pohon buatan yang gede-gede (Supergrove Tree), Garden by the bay memang sengaja dibuat untuk menarik wisatawan, di sana juga terdapat taman yang luas dengan namanya masing-masing, bunga dan dedaunan dimana-mana, cantik. Ada juga danau yang ada patung butterflynya, keren deh. Saat lampu-lampu sudah mulai dinyalakan, kami memutuskan untuk membeli tiket dan eng ing eng—counter penjualannya tutup, mba-mba penjual tiket yang berwajah India menganjurkan kami untuk dating lagi besok. Apa boleh buat, garden rhapsody kami nikmati dari bawah, sambil tiduran di kursi-kursi sekitar supergrove tree—beneran keren deh garden rhapsodynya. Jadi dalam pertunjukkan ini dimainkan music nah lampu-lampu dari supergrove tree akan menari berkelap-kelip sesuai musiknya. Pertunjukan ini gratis dan dimainkan dua kali setiap harinya (lupa tepatnya jam berapa dan jam berapa, kami menyaksikan yang jam pertama karena berdasarkan rencana setelah dari sini kami akan ke Marina Bay menikmati light and water shownya Marina Bay sands yang juga free.

Saking penasarannya, keesokan harinya akhirnya kami kesana lagi sebelum mengelilingi icon Singapore yang lain—untuk naik sky walknya kita perlu membeli tiket seharga 5 sgd dan lucunya, mba-mba cantik india itu masih inget kalo kita pengunjung yang gagal naik semalam—hihi
Marina Bay, sebelum meluncur ke USS, kami menyempatkan diri kesini~~ berjalan mengelilingi Marina Bay, tentu jangan sampai melewatkan untuk melihat Marina Bay Sands yang famous, bangunan hotel ini sangat menarik untuk difoto baik pagi siang sore malam maupun super malam. Tetap cantik, nggak heran kalau bangunan ini jadi iconnya Singapore. Bangunan dengan kapal di atasnya, kalau sudah pernah berfoto dengan background ini, berarti sudah ke Singapore. Selain Marina Bay Sands, ada spot-spot menarik yang tak boleh terlewatkan. Art Science Museum, sebenarnya kalau nggak salah ini semacam exhibition hall yang berganti-ganti isinya, saat saya kesana sedang ada pameran tentang Dinosaurus, agak telat karena beberapa bulan sebelumnya pamerannya adalah tentang Harry Potter! Uh!
Art Science Museum~~ hanya lewat
di bawah pohon-pohon ini terdapat gambar bendera Negara-negara di dunia, sayangnya saya kurang beruntung untuk menemukan bendera Indonesia.
Art Science Museum versi full
Singapore Flyer dan Helix Bridge juga bisa dilihat saat menyusur Marina Bay. Singapore flyer tidak menjadi destinasi dalam perjalanan kami, makanya dicukupkan untuk melihat dari jauh. Hehe. Kalau Helix Bridge, karena memang saat itu udara panas, kami urung untuk melintas tapi kami niatkan untuk kesini lagi malam hari karena katanya lampu-lampu akan membuat Helix Bridge lebih menarik.
Universal Studio Singapore di Sentosa Island. Kami mengunjungi tempat ini di hari kedua, sesuai itinerary. Tiket masuk USS sudah kami beli di Indonesia, ini lebih baik dan lebih murah daripada harus beli on the spot. Banyak kok travel agent yang jual tiket-tiket wisata luar negeri. Kalo kami sih membeli di sunburstadventure via COD. Rencananya selain USS, di Sentosa kami ingin menonton Song of The Sea dan mencoba Sky Ride and Sky Ludge dan mampir ke SEA Aquarium, sayangnya sunburst Cuma jual USS, SEA, sama SOS aja jadi terpaksa tiket Sky Ride Ludgenya kami beli langsung disana. Koko Danny yang punya Sunburst jual tiketnya dalam bentuk fisik loh, jadi disana tinggal masuk aja nggak perlu nuker-nuker lagi. Asik. Eh, kecuali SOS ya yang masih berupa voucher dan harus di redeem dulu.

Sebagai pecinta amusement park, USS tentu menjadi tujuan utama aku bertandang ke Singapore. Yap. I wanna try to ride battlestar galactica yang kata Tikpo super itu!
Untuk mencapai USS kita harus naik MRT ke Harbour Front karena memang USS terletak di kawasan Sentosa Island. Bicara soal Sentosa Island, banyak tempat wisata Singapore yang ada didalamnya~~ sebut saja USS, SEA Aquarium, Palawan Beach, Siloso Beach, Tanjung Beach, dan beberapa atraksi yang letaknya di Imbiah Lookout, salah zona di Sentosa. Setelah sampai di station Harbour Front pastikan ambil exit E arah Vivo City kemudian lanjut naik Sentosa Express untuk masuk ke Sentosa Island. Untuk naik Sentosa Express perlu membayar 4 SGD menggunakan EZLink bebas untuk naik turun di stasiun-stasiun yang ada (Waterfront, Imbiah, dan Beach Station). Karena tujuan kami kali ini adalah ke USS maka pertama kali kami turun di Waterfront Station.

Dan eng ing eng~~ Battlestar Galactica was closed! Sedih, kecewa, tapi seneng juga, berarti ada alasan untuk balik lagi kesini. Hehe. It was 1st time for me to try amusement park outside Indonesia, dan jelas I was speechless that time, Dufan dan Transtudio Bandung masih belum ada apa-apanya dibanding USS. I’m not gonna tell you anything about USS because it just very worth to pay about 60 SGD. If you’re an amusement addicted, you’ve to visit here. Apapun yang ada di dalamnya bener-bener canggih dan menyenangkan (Haha. Padahal mah agak lupa dan males untuk jelasin detail karena memang akan jadi panjang kalau diceritain). The best attraction di USS sih menurut aku pribadi sih~~ The Mummy sama Transformer, efeknya keren!

Ukuran USS tak sebesar Dufan, tapi untuk wahananya, USS masih lebih keren. Dan semakin keren karena USS menyediakan prayer room di dekat Battlestar, dan ada yang sedikit tindakan bodoh yang aku lakukan disini. Karena kami cuma membawa satu mukena untuk bergantian (note: prayer roomnya tidak menyediakan mukena), aku sholat terlebih dahulu daripada Tikpo. Arah kiblatnya aku sesuaikan dengan yang aku baca di aplikasi HPku. Sholatku usai, dilanjutkan dengan Tikpo yang akan sholat, sudah hampir mulai sholatnya ada mbak-mbak berparas Arab yang cantik menegur kalau arah sholat Tikpo salah, dia menunjuk tanda panah di atas, menempel di atap ruangan. Uh, I said thanks to her and realized kalau aku juga salah kiblat tadi, tak apalah, aku tak tahu sehingga aku tak mengulang sholatku. Karena itu, mulai saat itu setiap akan sholat, kami memastikan sampai setiap sudut untuk menemukan arah kiblat.

Jam 5 sore, kami beranjak keluar untuk menuju tempat pertunjukan Song of The Sea. Sebelumnya, kami coba masuk toko permen yang cukup terkenal di sini, Candylicious. Beli beberapa permen dan cokelat yang unik dan menyempatkan foto di depan tokonya yang unik juga, nuansa serba permen. Cantik.
Song of the Sea, voucher yang sudah di tangan kami tukar ke tiket fisik di dekat Waterfront Station. Untuk ke tempat SOS kami perlu naik Sentosa Express lagi menuju Beach Station. Waktu itu pertunjukan belum akan mulai, penonton pun belum dipersilakan masuk sampai satu jam sebelum pertunjukan mulai.
Song of the sea adalah pertunjukan Laser, Water, dan Firework. Laser dan Water dibuat sedemikian rupa mengikuti alur cerita. Song of the sea bercerita tentang anak-anak nelayan yang bernyanyi di pinggir pantai yang kemudian membangunkan makhluk-makhluk laut dengan kekuatan magisnya. Cukup seru untuk ditonton!

Singapore menyediakan beberapa atraksi gratis setiap harinya, dua dintaranya adalah Crane Dance dan Lake of Dreams yang keduanya berada di Sentosa Island dan dua-duanya berada di Waterfront Station. Pertunjukan Crane Dance jam 21.00 dan Lake of Dreams jam 21.30. Waktu yang bagus dan tepat. Setelah SOS kami langsung meluncur kesana. Agaknya kami kurang beruntung, tidak ada pertunjukan Crane Dance hari itu, mungkin sedang maintenance. Tapi tak masalah, masih ada Lake of Dreams. Seperti OCBC Garden Rhapsody, ini adalah pertunjukan cahaya menari nyala redup mati mengikuti irama musik. Tak terlalu wow sih, tapi okelah untuk ukuran atraksi tanpa bayar.
Itinerary hari ketiga kami adalah keliling Sentosa Island. Dengan rute yang sama kami sampai di Sentosa Station untuk naik Sentosa Express. Sebelumnya kami sedikit coba cari tahu view dari semacam halaman Vivo City, dan kami menemukan ini.
Menghabiskan waktu di Sentosa, kami beberapa kali bertemu dengan orang Indonesia. Pertama di halaman Vivo City ini, sepasang suami istri dengan anaknya yang masih kecil. Disini kami minta saling foto.

Tujuan kami di Sentosa Island hari itu adalah SEA Aquarium, yang katanya aquarium terbesar di Asia Tenggara. Masuk kesini mau nggak mau aku membandingkannya dengan Sea Worldnya Indonesia~ hehe. Sebenarnya aku kurang suka laut dan ikan-ikan di dalamnya, tapi berkunjung kesini cukup menyenangkan kok. Yang berkesan ya pertunjukan Typhoon dimana kita masuk ke suatu ruangan dengan layar besar kemudian duduk di kursi panjang, sensasi selanjutnya adalah kita seperti sedang berada di kapal besar yang terobang-ambing di laut karena badai typhoon yang dahsyat, disertai dengan efek basah gerimis hujan. Desain SEA Aquarium sungguh unik, setelah tiket di scan oleh petugas, kami masuk dahulu ke museum yang menceritakan tentang perdagangan laut Asia Tenggara, jelas ada beberapa budaya Indonesia yang ada di sana. Mengelilingi SEA Aquarium seperti mengeilingi SEA World dalam versi lebih besarnya.
Setelah keluar dari pertunjukan Thypoon aku baru sadar kalau museumnya menyerupai bahtera Nabi Nuh yang mengangkut dan menyelamatkan hewan-hewan dari badai dan banjir besar.
Keluar dari SEA Aquarium, kami disuguhi museum lagi. Ada yang menyedihkan di sini, di bagian musik lagu rasa sayange yang kita tau dari Indonesia, diklaim berasal dari Malaysia. Dan lagu Bengawan Solo atau Gambang Suling (lupa) berasal dari Palembang, Indonesia. Indonesianya sudah benar, tapi bukankah itu lagu Jawa? Ah, sepertinya yang bikin SEA Aquarium kurang riset. Blunder yang fatal.

Sebelum mengunjungi SEA Aquarium, kami keliling Sentosa Island dan menyicip beberapa atraksinya. Pertama, kami penaaran dengan pantai Siloso yang terkenal itu, maka kami turun di Beach Station kemudian naik kereta gratis yang mengantar ke beberapa beach di sana, yaitu Palawan, Tanjung, dan Siloso.
Next attraction is Sky Ride and Sky Ludge, we bought the tickets on the spot. Permainan ini bikin nagih awalnya kita naik ke atas bukit dengan semacam kereta gantung terbuka (Sky Ride) kemudian turun dengan meluncur (Sky Ludge). Sebenernya ingin lagi, tapi terlalu sayang untuk mengeluarkan 13 USD lagi~~
Penasaran dengan Imbiah Lookout, usai Skyride and Ludge kami naik shuttle bus Sentosa yang juga free menuju ke Imbiah Station. Di Imbiah ternyata banyak spot-spot unik yang perlu di abadikan, ada juga patung merlion yang super besar. Yap, patung kepala singa itu nggak cuma ada di Marina Bay, di Sentosa juga ada, yah walaupun tanpa air mancur dari mulutnya.
Usai puas mengelilingi Sentosa Island, kami segera meluncur ke Garden by The Bay untuk menyaksikan OCBC Garden Rhapsody dan Light Water Show di Marina Bay setelahnya. Semuanya free. Pemerintah Singapore benar-benar memanjakan wisatawan. Banyak sekali atraksi yang bisa kita nikmati secara free. Apalah artinya Singapura, negara kecil tanpa kekayaan alam, jangankan view gunung yang adem, pantai bercoral indah pun tak ada di sini. Justru karena itulah kita bisa melihat betapa hebatnya manusia-manusia Singapore, negeri kecil tanpa keindahan alam, disulap menjadi negara modern yang menarik. Sudah tak terhitung berapa banyak orang Indonesia menghabiskan uangnya kesana~~ entah untuk belanja habis-habisan atau sekedar menikmati yang gratis-gratis. Taman-taman didesain superior, akses ke tempat wisata sangat mudah dan modern, ditambah lagi atraksi light water show yang modern. Selain Song of The Sea yang bisa dinikmati di Sentosa Island, di Marina Bay kita bisa menikmati Light and Water Show secara free, cukup cari spot yang pas untuk melihat shownya dengan jelas. Tiap periodenya, show ini memiliki story yang berbeda-beda, kebetulan saat saya kesana ceritanya adalah kisah perkembangan seorang anak hingga dewasa, sangat menarik, yang disayangkan adalah angin saat itu cukup kencang, jadi air yang tersembur tidak dapat menangkap cahaya laser dengan sempurna karena hempasan angin. Tapi lagi-lagi saya tidak kecewa, karena show ini free (saya tidak menemukan file fotonya, maaf mungkin saat itu terlalu interest menonton shownya). Sebelum kembali ke hotel malam itu, kami menyempatkan untuk melihat Art Science Museum dan Helix Bridge versi malamnya.
Hari terakhir sebelum berpindah negara, kami berencana menjelajah icon-icon Singapore, yang bisa kami temukan saat itu di antaranya Orchad Road, Raffles Place, jembatan Cavenagh, Esplanade dan lain-lain~ termasuk mencoba uncle ice cream. 
Belanja. Berhubung kami menginap di daerah Bugis, urusan berbelanja kami fokuskan di sini, tidak kemanapun karena memang kami tidak ada niatan untuk banyak berbelanja sekedar membeli oleh-oleh sepantasanya saja. Maka kami tidak mengunjungi China Town yang katanya menjual buah tangan dengan harga miring, yah, kalo oleh-oleh semacam magnet kulkas dan gantungan kuci, atau kitkat sekalipun di Bugis masih tersedia. Selepas kunjungan ke Kuala Lumpur, kami menyempatkan mampir ke Mustafa Center karena rasa penasaran dengan supermarket serba ada itu. Alhasil, dari mampir itu aku mendapatkan beberapa bros lucu sekaligus menghabiskan SGD pecahan kecil yang tersisa.
Singapore-Kuala Lumpur PP
Perjalanan selalu menyenangkan, apalagi dengan kereta Senandung Sutera yang menyediakan Sleeper Berth. Hihi jarang-jarangkan naik kereta tapi bisa tidur nyenyak. Kereta api Senandung Sutera milik Malaysia ini memiliki rute Woodlands-Sentral Kuala Lumpur. Tidak seperti di Indonesia dimana perjalanan dengan kereta artinya dapat mempersingkat waktu perjalanan, perjalan dengan kereta ini jauh lebih lambat dibanding dengan bus. Tapi karena kereta ini mulai bergerak tengah malam, justru ini menguntungkan 11.30 berangkat dari Johor Bahru, 06.00 sampai di Kuala Lumpur. Hemat biaya menginap 1 malam toh? Kami memulai perjalanan dengan kereta ini dari Johor Bahru. Alasannya? Biar lebih hemat tentu saja. Kereta ini menerapkan tarif yang sama meskipun nilai mata uang MYR dan SGD berbeda. Jadi kalau membeli tiket di Woodlands yang masuk wilayah Singapore akan dikenai tarif 46 SGD, sedangkan kalau dari Johor Bahru 45 MYR saja. Sangat jauh bukan bedanya?
Untuk sampai ke Johor Bahru Sentral, kami menumpang bus Causway Link dari terminal Quen Street. Terminal ini letaknya dekat Masjid Sultan. Maka kesempatan ini kami gunakan pula untuk mampir dan sholat di masjid tersebut. Masjid Sultan ini katanya masjid pertama yang berdiri di Singapore, yah, aku pun tak sempat melihat dan menemukan masjid lain selama aku di sini. Jangankan masjid, sekedar prayer room saja jarang, maka jangan heran kalau adzan sulit di dengar di negara ini. Pernah suatu ketika kami mampir ke Wisma Atria karena Tikpo ingin mencoba puding Paris Baquette dan mencari prayer room di sini, kami cari tempatnya berdasarkan review seseorang yang Tikpo dapat dari internet, tapi eng ing eng, nggak nemu tuh, padahal kami sudah mencari sampai blusukan segala. Maka kesempatan berkunjung ke masjid Sultan menjadi berharga sekali.
Dari Queen Street terminal kami naik Causway Link 2 ke Johor Bahru. Sebenarnya ada satu nama bus lain yang bisa kita naiki untuk sampai Johor, tapi berdasarkan tanya-tanya di tempat, CW2 masih lebih baik. Selain lebih murah, karena cuma 2,5 SGD jumlah bisnya juga lebih banyak, jadi nanti tak perlu antri lama saat keluar dari imigrasi Singapore. Itulah kenapa antrian CW 2 lebih mengular dibanding bus satunya lagi. Check poin (imigrasi) Singapore terletak di Woodlands, karenanya setelah sampai di sini semua penumpang harus turun dengan seluruh bawaannya untuk mendapat stempel imigrasi untuk kemudian mengantri lagi naik bus CW2 yang belum tentu sama. Tak perlu khawatir kita tak perlu membayar tiket lagi meskipun naik bus yang berbeda, cukup antri di line CW dan tunjukan tiket, maka kita bisa melanjutkan perjalanan dengan bus itu. Pemberhentian selanjutnya ada Imigrasi Malaysia di Johor Bahru, lagi-lagi setiap penumpang harus turun. Kalau proses imigrasi sudah selesai, penumpang yang akan melanjutkan ke terminal bis Larkin, silakan naik bus kembali sedangkan yang akan melanjutkan perjalanan dengan kereta dari Johor Bahru Sentral seperti kami, cukup menyebrang saja dengan berjalanan kaki karena letak Stasiun Johor Baru memang terletak di seberang kantor Imigrasinya.
Ada waktu menunggu beberapa jam sampai 11.30 kami gunakan untuk makan di KFC dan berjalan mengililingi JB Sentral sambil melihat kota Johor dari dalam station. Tak seperti Stasiun Gambir atau Senin yang selalu ramai, JB Sentral terlihat sepi. Mungkin karena jumlah kereta yang lewat sini sedikit kali ya, mungkin juga karena kereta bukan transportasi utama di dua negara ini. Mungkin. Yang unik lagi Tikpo mecoba kursi pijat yang disediakan di ruang tunggu, dengan memasukkan satu lembar 1 MYR, mesin pijat otomatis akan bergerak selama beberapa menit. Tikpo tampaknya ketagihan dan memasukkan lebar MYR lainnya. Hehe. Aku sendiri tak mencoba, karena membayangkannya saja sudah geli.
Jam 11.30 tepat, kami sudah berada di atas kereta Senandung Sutera~~ untuk kereta tidur ini ada 2 kelas. 1st kelas dengan harga yang lebih mahal dan fasilitas lebih baik tentunya. 2nd class dengan harga lebih murah dengan fasilitas standar tapi nyaman. Sleeper berth yang 2nd class ada dua juga, atas dan bawa, yang bawah lebih mahal 6MYR daripada yang atas, saya sendiri ingin mencoba Sleeper Berth atas dan Sleeper Berth bawah, maka saat berangkat saya membeli tiket yang atas, saat pulang saya mencoba yang bawah. Sleeper  Berth bawah lebih luas dari yang atas. Ternyata saya lebih cocok sleeper berth yang atas, tidurnya lebih nyenyak. Hehe.
Saat kembali ke Singapore~~ kami membeli tiket langsung ke Woodlands karena memang chargenya dalam MYR, jadi akan sama baik turun di Johor maupun Woodlands.
Kuala Lumpur
Kurang lebih pukul 7 am kami tiba di KL Sentral. Perjalanan dengan Senandung Sutera saat itu benar-benar nyaman. Aku sendiri sama sekali tidak terbangun sejak perjalanan dimulai hingga tiba di stasiun terakhir. KL Sentral adalah pusat transportasi di Kuala Lumpur, mau naik kendaraan apapun, bisa dari sini. LRT, KTM, KLIA Express atau Transit, Bus ke KLIA, bahkan Monorail. Khusus untuk monorail, kita perlu untuk sedikit keluar dari KL Sentral menuju Stasiun monorail.
Aku ingin membahas sedikit tentang KL Sentral yang mungkin bukan sekedar stasiun biasa. Poin pertama yang membuat aku iri pada negara tetangga ini. KL Sentral ini superlengkap, benar-benar menfasilitasi traveler yang mungkin hanya akan keliling Kuala Lumpur tanpa menginap. Lihat saja, shower room berbayar 5 RM serta Storage room yang juga berbayar tersedia di sini. Aku menggunakan fasilitas ini di hari kedua setelah check out hotel dan ingin keliling KL di hari kedua kami di sini, sambil menanti Kereta Senandung Sutera kembali ke Singapore tengah malamnya. Akses untuk ke kota lain di Malaysia pun bisa dari sini, sebut saja Penang atau bahkan Hat Yai di Thailand bisa ditempuh jalur darat dengan kereta Senandung Langkawi. Selain fasilitas-fasilitas tersebut, ada juga money changer, kedai-kedai makanan macam KFC atau lainnya, ada pula Choc Boutique, tempat favoritku membeli cokelat!
Jenis Transportasi di Kuala Lumpur lebih variatif, itulah sebabnya aku ingin mencoba keseluruhan jenisnya.
Pertama, Monorail. Ini transportasi pertama yang kami coba. Untuk naik monorail ini, kami harus sedikit keluar dari KL Sentral menuju station Monorailnya. Dengan membayar 2,1 RM kami naik monoral sampai station Bukit Bintang untuk menuju hotel yang sudah kami booking. Al Jafs. Turun dari monorail kami buta arah, akhirnya kami putuskan untuk naik taksi sampai hotel. Yang lucu, kami sempat ditawarkan mampir sana sini, tapi kami tolak karena lelah. Dan, karena tak punya RM pecahan kecil, waktu itu kami bayar pakai rupiah sekian RM plus 20.000 rupiah kalau tak salah.
Setelah check in dan sedikit melepas lelah, kami mulai petualangan hari itu dengan mengunjungi Batu Caves. Ternyata, Al Jafs hotel terletak dekat dengan halte Ain Arabia, halte yang di lewati Go KL. Go KL adalah shuttle bus gratis yang disediakan pemerintah Malaysia untuk memfasilitasi turis maupun warga lokal yang ingin mengeliling Kuala Lumpur dan singgah dibeberapa icon Kuala Lumpur, misalnya KLCC, KL Tower, MATIC, Pavillion Mall, Petalling Street, Pasar Seni dan lain-lain. Saat pertama kali kesana terdapat dua jalur yaitu purple line dan green line, tapi kabarnya saat ini ada dua jalur tambahan yaitu red line dan blue line. Sayangnya, dua minggu lalu kami kesan, tidak sempat mencoba jalur ini J
Untuk mencapai Batu Caves kami naik Go KL sampai Pasar Seni, dilanjutkan menuju KL Sentral dengan LRT. LRT ini transportasi favoritku selama di KL, selain murah kemana-manapun lebih mudah. Untuk one way dari Pasar Seni ke KL Sentral cukup membeli token di mesin dengan memasukkan uang 1 RM. Token berbentuk koin plastik warna biru. Saat masuk ke platform cukup tap koinnya, saat keluar pun tinggal masukkan koin ke mesin sehingga pintu bisa terbuka. Setelah LRT, kami naik KTM, semacam kereta untuk jarak yang sedikit jauh. Tiket ke Batu Caves kami beli dengan harga 2 RM. Sangat murah J
Banyak pejalan merekomendasikan Batu Caves untuk dikunjungi saat melawat ke Kuala Lumpur. Sayangnya, aku terlalu berekspektasi tinggi akan tempat ini. Batu Caves adalah tempat ibadah umat Hindu, suasana India kental sekali disini. Yang menarik dari Batu Caves, menurutku hanya 2 patung super besar ini selebihnya biasa saja. Bahkan aku sedikit menyesal karena telah naik ke tangga yang tinggi, tapi tak ada yang wah di atasnya. Aku akan merekomendasikan tempat ini untuk dikunjungi, tapi sampai batas patung-patung itu saja tidak naik ke tangganya.
Karena kelelahan di Batu Caves, kami mengurungkan niat untuk ke Putrajaya, sentral pemerintahan di Kuala Lumpur yang katanya memiliki gedung-gedung yang menarik, sambil berharap ada kesempatan berkunjung kesini lagi.
Selanjutnya agenda kami setelah Batu Caves, dan hari selanjutnya mengunjungi beberapa tempat familiar di Kuala Lumpur diantaranya Petronas, Central Market, Masjid Negara, Masjid Jamek, Dataran Merdeka, Petalling Street. Semuanya bermodalkan bis Go KL dan LRT.
Traveling membuat kita lebih mengenal partner traveling kita--  Tikpo adalah tipikal orang yang mempersiapkan segala sesuatunya secara detail. Bahkan hanya untuk urusan itinerary, dia pikirkan masak-masak.

Traveling bukan hanya soal melepas penat— Banyak hal positif diluar refreshing yang kita dapat dari traveling. Selain lebih memahami budaya local diluar daerah kita, kita bisa menjadi pribadi yang lebih berani, lebih ingin tahu, lebih siap menghadapi segala kemungkinan.
Apapun tujuannya, traveling selalu membuat ketagihan­—entah yang traveling untuk sekedar belanja, untuk mencicip seluruh transportasi Negara lain, untuk berfoto di landmark suatu Negara, yang jelas, traveling selalu mengasikkan.
Mengenalkan Indonesia dengan traveling—traveling membuat kemungkinan kita untuk berkomunikasi dengan orang lain semakin besar. Contoh kecilnya, kami bertemu Mr. James dari Jepang yang sedang traveling dengan istrinya selepas masa pensiunnya tiba, dalam obrolan kami tak lepas kami memperkenalkan Jakarta karena ternyata Bali masih lebih terkenal dibanding Jakarta.


Depok, 7 Desember 2014- 31 Agustus 2015
@juwitanyairma

2 comments:

  1. Catatan yg super kak...
    Ibu rencana juga mau nginep di al jafs...masukan bagus sekali.
    Boleh bagi ceritanya lagi, agar ibu nnti ngetripnya bisa optimal waktu..efektif efisien..mksih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai bu. Terimakasih sudah menyempatkan mampir ke blog saya. Sudah lama sekali saya nginep di Al Jafs :) kalau ibu pertama kali ke KL mendingan langsung naik taksi saja dr sentral KL supaya ndak bingung cari hotelnya. Nah, kalau sudah di hotel bisa kemana-mana naik Go KL bu, bus gratis buat keliling KL, karena haltenya sangat dekat :)

      Delete